JAKARTA, SerambiTimur – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan perkara nomor 439/Pid.Sus/2025/PN Jkt.Pst pada Rabu (22/10/2025). Sidang tersebut membahas dugaan pelanggaran hukum dalam pemasangan patok di area izin usaha milik PT Wana Kencana Sejati (WKS) yang dilaporkan oleh PT Position.
Pihak pelapor mengklaim dirugikan akibat tindakan pemasangan patok di kawasan yang termasuk dalam wilayah kerja sama antara kedua perusahaan.
Dalam perkara ini, dua terdakwa yakni Marsel Bialembang, Mining Surveyor PT Wana Kencana Mineral (WKM), serta Awwab Hafizh, Kepala Teknik Tambang, hadir di ruang sidang bersama penasihat hukum masing-masing. Sidang juga dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum dan majelis hakim pemeriksa perkara.
Pada persidangan kali ini, dua saksi ahli dihadirkan, yaitu Ahli Pidana Dr. Chairul Huda dan Ahli Pertambangan Kementerian ESDM Dr. Ogi Diantara.
Dr. Chairul Huda menjelaskan, dalam Pasal 162 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), unsur “menghalang-halangi atau merintangi usaha pertambangan” harus dibuktikan melalui adanya tindakan fisik yang nyata dan menyebabkan kegiatan pertambangan pihak lain menjadi terhambat.
“Jika memang itu adalah jalan eksisting atau jalan angkut, lalu dilakukan pemasangan patok di kawasan hutan tanpa izin, maka perbuatan tersebut dapat melanggar Undang-Undang Kehutanan, karena dianggap menggunakan kawasan hutan tanpa izin resmi,” ujar Chairul di hadapan majelis hakim.
Sementara itu, Dr. Ogi Diantara menegaskan bahwa setiap kegiatan pertambangan di kawasan hutan wajib memiliki Izin Pakai Kawasan Hutan (IPKH) — sebelumnya dikenal sebagai IPPKH.
“Kegiatan usaha pertambangan di kawasan hutan oleh pemegang IUP wajib disertai izin khusus dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tanpa izin itu, kegiatan dianggap tidak sah,” jelasnya.
Ogi juga menambahkan bahwa tidak ada ketentuan hukum yang mewajibkan pemegang IUP untuk melakukan tindakan pengamanan wilayah tambangnya secara fisik, termasuk pemasangan patok.
“Tidak ada aturan eksplisit atau implisit yang mewajibkan pemegang IUP untuk mengamankan wilayah IUP-nya,” tegasnya.
Majelis hakim kemudian menunda sidang dan akan melanjutkan agenda pembuktian saksi serta ahli dari pihak terdakwa pada Rabu (29/10/2025) mendatang.















Tinggalkan Balasan