TERNATE, SerambiTimur – Di saat masyarakat Maluku Utara berjuang melawan dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19, aroma dugaan “pesta pora anggaran” mencuat dari gedung DPRD Provinsi Maluku Utara. Fakta mengejutkan terungkap: pada periode 2019–2024, setiap anggota DPRD diduga menerima tunjangan perumahan hingga Rp60 juta per bulan, di tengah derita rakyat yang kian terpuruk.
Sumber kuat di lingkup pemerintahan menyebutkan, Sekretaris DPRD Malut, Abubakar Abdullah, merupakan pihak yang menyusun dan mengusulkan kerangka anggaran tunjangan tersebut. Dugaan inilah yang kini tengah disorot tajam oleh publik.
Mantan Ketua DPRD Malut, Kuntu Daud, dan mantan Ketua Komisi I, Ikbal Ruray, telah diperiksa oleh Kejaksaan Tinggi Maluku Utara pada Selasa, 28 Oktober lalu. Pemeriksaan keduanya diyakini akan membuka jalan menuju siapa aktor utama di balik kebijakan yang menguras APBD tersebut.
Ketua PB-FORMMALUT, Reza A. Sidik, mendesak Kajati Malut agar tidak berhenti di level pimpinan politik semata. Ia menegaskan, posisi Sekwan sebagai pejabat administratif yang menyiapkan dan menandatangani dokumen penganggaran, harus diperiksa secara menyeluruh.
“Sekwan adalah jantung dari proses anggaran di DPRD. Tidak mungkin angka sebesar itu bisa lolos tanpa peran dan tanda tangan Sekretaris Dewan,” tegas Reza.
Ia menambahkan, penganggaran tunjangan perumahan yang fantastis itu sangat tidak etis di tengah kondisi ekonomi daerah yang goyah selama pandemi. Padahal, PP Nomor 18 Tahun 2017 hanya mengatur mekanisme tunjangan berdasarkan kemampuan keuangan daerah, bukan menetapkan angka pasti.
“Kalau benar Rp60 juta per bulan, berarti ada pembiaran dan pelanggaran moral birokrasi. Rakyat menjerit, tapi pejabat berpesta di atas penderitaan,” tandas Reza.
Kejati Malut kini diminta bertindak cepat dan transparan dalam mengusut dugaan ini, terutama menelusuri peran Sekwan Abubakar Abdullah yang disebut sebagai otak teknis penyusunan anggaran tersebut.













Tinggalkan Balasan