TERNATE, SerambiTimur – Sebuah kisah lama kini kembali menguap ke permukaan — kisah tentang tanah, kekuasaan, dan uang rakyat. Eks Rumah Dinas Gubernur Maluku Utara di Kelurahan Kalumpang, Ternate Tengah, yang dibeli Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate pada 2018, kembali menjadi sorotan.
Praktisi hukum Bahtiar Husni menilai pembelian lahan tersebut sarat kejanggalan. Baginya, transaksi itu tak ubahnya babak baru dari persoalan hukum yang seharusnya sudah selesai. “Bagaimana mungkin Pemkot Ternate tetap melakukan pembayaran kepada pihak yang gugatan hukumnya sudah ditolak? Ini tindakan yang tidak bisa dibiarkan,” ujarnya tegas, Sabtu (9/11/2025).
Dalam catatannya, putusan Pengadilan Negeri Ternate Nomor 10/Pdt.G/2011/PN Ternate tanggal 26 April 2012 dengan tegas menyatakan gugatan Noke Yapen tidak dapat diterima. Putusan itu bahkan telah diperkuat oleh Mahkamah Agung Nomor 191/K/Pdt/2013.
Namun, di luar logika hukum, Pemkot justru melakukan pembayaran senilai Rp2,8 miliar menggunakan APBD 2018, melalui tangan Rizal Marsaoly (mantan Kadis Perkim) dan M. Tauhid Soleman (mantan Sekot).
“Ini aneh. Gugatan kalah, tapi uang rakyat tetap mengalir,” tegas Bahtiar.
Masalah semakin rumit ketika Kepala Dinas BPKD Maluku Utara, Ahmad Purbaya, mengonfirmasi bahwa pembayaran dilakukan saat aset tersebut masih tercatat milik Pemprov Malut. Peralihan baru terjadi setelah adanya intervensi KPK dalam bentuk rekomendasi penataan aset.
Bahtiar menduga, ada kepentingan tertentu yang melatari transaksi ini. Terlebih, nama RM, kini Sekretaris Daerah Kota Ternate, disebut sebagai figur yang membentuk panitia pembebasan lahan untuk memuluskan pembayaran tersebut.
“Ini bukan sekadar kekeliruan administrasi, tapi potensi korupsi yang nyata. Kajati Maluku Utara harus berani membongkar kasus ini sampai ke akar-akarnya,” desaknya.
Kasus pembelian eks Rumdis Gubernur Malut kini menjadi simbol bagaimana aset negara bisa berpindah tangan dalam senyap, dengan regulasi yang dilanggar dan uang publik yang menguap.
Publik kini menunggu langkah tegas Kejaksaan Tinggi Maluku Utara. Apakah keberanian hukum akan menang atas permainan di balik meja, atau skandal ini kembali tenggelam dalam diam?
Upaya konfirmasi kepada Rizal Marsaoly, kini Sekda Kota Ternate, hingga berita ini diterbitkan belum mendapat tanggapan.














Tinggalkan Balasan