SOFIFI, SerambiTimur– Suasana rapat paripurna DPRD Provinsi Maluku Utara mendadak tegang. Dari kursi Fraksi Partai Golkar, Cornelia Macpal berdiri tegas, suaranya menggema di ruang sidang. “APBD itu cetak biru keuangan daerah, jangan dipermainkan!” serunya. Kalimat itu langsung menarik perhatian seluruh peserta rapat.
Kemarahan Cornelia bukan tanpa alasan. Dalam pandangan Fraksi Golkar, Rancangan APBD 2026 kembali disusun dengan lamban dan minim transparansi. Padahal, keterlambatan ini bukan kali pertama terjadi — melainkan penyakit tahunan yang tak kunjung diobati oleh pemerintah provinsi.
“Ini bukan sekadar soal waktu. Kami melihat ada masalah substansi di balik penyusunan APBD ini,” ujar Cornelia kepada wartawan usai rapat.
Ia mencurigai ada program-program yang tidak jelas asal dan peruntukannya, bahkan berpotensi masuk kategori anggaran fiktif. “Jangan-jangan ada ‘udang di balik batu’. Anggaran siluman bisa saja disembunyikan lewat permainan dokumen,” tambahnya.
Kritik Golkar ini muncul di tengah penurunan kepercayaan publik terhadap kinerja keuangan daerah. Beberapa kalangan akademisi sebelumnya juga menilai bahwa APBD Malut kerap tersendat di perencanaan, dan kerap disusun tanpa melibatkan analisis kebutuhan lapangan yang memadai.
Dalam catatan redaksi, penetapan APBD yang terlambat bisa berimbas pada terhambatnya program pembangunan, tertundanya pencairan gaji ASN kontrak, hingga lambannya realisasi proyek publik.
Cornelia menegaskan, Golkar tidak akan diam. Fraksi berlambang pohon beringin ini akan mengawal penuh proses pembahasan RAPBD 2026 hingga tuntas.
“Kalau pemerintah daerah tidak berbenah, rakyat yang akan menanggung akibatnya. Kami tidak akan biarkan APBD menjadi alat permainan segelintir elit birokrasi,” tegasnya.
Bagi Cornelia dan Fraksi Golkar, transparansi bukan pilihan, tapi kewajiban. Sebab, di balik setiap lembar anggaran, ada harapan rakyat yang harus dipertanggungjawabkan.
Tinggalkan Balasan