SOFIFI, SerambiTimur — Publik Maluku Utara kembali dikejutkan oleh keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan DPRD Maluku Utara yang menetapkan tunjangan perumahan fantastis bagi pimpinan dan anggota dewan. Di tengah situasi ekonomi yang sulit dan meningkatnya angka kemiskinan ekstrem, kebijakan ini memicu gelombang kritik tajam dari masyarakat dan aktivis.
Berdasarkan Keputusan Pj. Gubernur Maluku Utara, Samsudin A. Kadir Nomor 247/KPTS/MU/2025, tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Maluku Utara Tahun Anggaran 2025 ditetapkan sebagai berikut:
- Ketua DPRD: Rp30.000.000 per bulan
- Wakil Ketua DPRD: Rp28.000.000 per bulan
- Anggota DPRD: Rp25.000.000 per bulan
Angka ini dinilai tidak masuk akal mengingat sebagian besar masyarakat Maluku Utara masih hidup di bawah garis kemiskinan dan berjuang memenuhi kebutuhan dasar.
“Ini bukan hanya tidak etis, tapi juga melukai nurani publik. Bagaimana mungkin wakil rakyat tega menerima puluhan juta rupiah per bulan hanya untuk tunjangan rumah, sementara rakyatnya masih banyak yang tinggal di rumah tidak layak huni?” kritik Ketua Harian DPD Persatuan Alumi (PA) GMNI Malut Mudasir Ishak, Jumat (22/10/2025).
Mudasir menilai keputusan tersebut menunjukkan lemahnya sensitivitas sosial para pejabat daerah. Padahal, dalam situasi fiskal yang ketat akibat penurunan transfer pusat dan rendahnya PAD, anggaran sebesar itu bisa dialihkan untuk program penanggulangan kemiskinan, perbaikan sekolah, atau peningkatan layanan kesehatan.
Lebih ironis lagi, dasar hukum kebijakan ini disebut-sebut merujuk pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. “Ini kontradiktif! Undang-undang yang semestinya mencegah korupsi justru dipakai membenarkan kebijakan yang berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial,” ujar Mudasir
Gelombang kekecewaan masyarakat pun mulai meluas. Beberapa organisasi sipil dan mahasiswa mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa jika kebijakan tersebut tidak segera dicabut.
“Kalau mereka tetap ngotot, rakyat siap turun ke jalan. DPRD seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan memperkaya diri,” tegasnya.
Kritik publik kini tertuju kepada Samsudin Abdulkadir yang saat itu menandatangani keputusan tersebut. Publik menuntut agar Pemprov segera meninjau ulang dan membatalkan kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat itu.















Tinggalkan Balasan