TERNATE, SerambiTimur — Sorotan publik kini tertuju pada pengelolaan anggaran di Sekretariat DPRD (Setwan) Provinsi Maluku Utara yang mencapai Rp817 miliar selama empat tahun terakhir. Praktisi hukum Hendra Karianga menilai angka tersebut terlalu besar dan harus diaudit secara mendalam untuk memastikan tidak ada penyimpangan penggunaan dana publik.
Berdasarkan data yang diperoleh, total anggaran pengadaan barang dan jasa di Sekretariat DPRD Malut pada periode 2019–2023 mencapai Rp817,31 miliar. Dana ini dikelola melalui dua mekanisme, yakni pengadaan melalui penyedia jasa dan pelaksanaan swakelola.
Dari total tersebut, tahun 2020 tercatat sebagai periode dengan alokasi tertinggi, yakni Rp374,25 miliar, hampir dua kali lipat dari tahun 2019 sebesar Rp202,37 miliar. Pada tahun 2022 dan 2023, anggarannya masing-masing tercatat sebesar Rp117,04 miliar dan Rp123,64 miliar.
“Selama empat tahun, nilainya hampir menembus satu triliun rupiah. Ini angka luar biasa besar dan patut dikawal,” tegas Hendra, Kamis (6/11/2025).
Menurutnya, lonjakan pada tahun 2020 patut dikritisi karena bersamaan dengan pandemi COVID-19, di mana aktivitas ekonomi daerah menurun drastis. Namun, belanja Setwan justru meningkat signifikan untuk proyek-proyek besar seperti rehabilitasi gedung DPRD, pengadaan meubelair, videotron ruang paripurna, hingga perjalanan dinas dan bimbingan teknis anggota DPRD.
Hendra mendesak agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit investigatif atas permintaan Kejaksaan Tinggi Maluku Utara (Kejati Malut).
“Publik berhak tahu apakah anggaran itu digunakan sesuai prinsip akuntabilitas atau justru disalahgunakan. Audit investigatif penting untuk mematahkan spekulasi publik,” tegasnya.
Ia juga menilai, pihak-pihak yang terlibat langsung seperti Sekwan Abubakar Abdullah, Bendahara Rusmala Abdurahman, serta pejabat pembuat komitmen (PPK) dan bendahara pengeluaran harus dimintai pertanggungjawaban hukum.
Sebagai informasi, Kejati Malut kini juga tengah menyelidiki dugaan korupsi tunjangan operasional dan rumah tangga DPRD senilai Rp60 juta per bulan pada periode 2019–2024. Sebanyak 10 saksi, termasuk Ketua DPRD Iqbal Ruray dan Wakil Ketua Kuntu Daud, telah diperiksa dalam kasus tersebut.













Tinggalkan Balasan