JAKARTA, SerambiTimur — Di tangan petani Maluku Utara, kelapa hanyalah buah yang ditebang dan dijual mentah. Namun, di mata Sherly Tjoanda Laos, Gubernur Maluku Utara, kelapa adalah “emas hijau”, sumber masa depan yang harus diolah dengan cara baru: hilirisasi.
Dalam pertemuannya dengan Menko Infrastruktur & Pembangunan Kewilayahan Agus Yudhoyono dan Menteri Transmigrasi Iftitah Sulaiman di Jakarta, Kamis (2/10), Sherly menyampaikan bahwa nilai tukar petani tidak akan meningkat bila hasil kebun hanya berhenti di desa. “Kesejahteraan petani lahir bila jalan tani terbangun dan hasilnya terhubung dengan industri. Setiap jalan yang terbangun adalah janji agar tidak ada desa yang tertinggal,” ujarnya tegas.
Sherly datang membawa tiga agenda besar: jalan tani dan jembatan desa, pelabuhan internasional, serta ekosistem hilirisasi kelapa berbasis kolaborasi pemerintah-swasta. Baginya, langkah ini bukan hanya soal teknis, melainkan strategi besar untuk membawa Maluku Utara masuk ke rantai ekonomi global.
Produk turunan kelapa seperti coconut milk, desiccated coconut, arang, hingga cocopeat diyakininya bisa menjadi motor baru ekonomi daerah. “Dengan dukungan pusat, Malut bisa lebih kreatif, adaptif, dan kolaboratif. Petani harus menikmati nilai tambah dari keringat mereka,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan