JAKARTA, SerambiTimur — Gelombang desakan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan ke Maluku Utara semakin menguat. Dari ibu kota, suara itu datang dari Sentral Koalisi Anti Korupsi Maluku Utara Jakarta (SKAK-MALUT-JKT) — sebuah jaringan aktivis muda yang geram melihat dugaan penyelewengan dana miliaran rupiah di DPRD Provinsi Maluku Utara.
Di tengah bayang-bayang pandemi yang menekan ekonomi rakyat, para anggota DPRD Malut justru diduga menikmati tunjangan hingga Rp60 juta per bulan per orang. Angka yang bagi publik terasa seperti tamparan di tengah krisis.
“Ini bukan sekadar salah urus, tapi tanda krisis moral dan rusaknya sensitivitas sosial elit daerah,” ujar M. Reza A.S, Koordinator SKAK-MALUT-JKT, dalam pernyataan persnya, Rabu (5/11/2025).
SKAK-MALUT-JKT menilai, anomali anggaran DPRD Malut periode 2019–2024 terjadi secara sistematis. Mereka menyoroti belum tersentuhnya Sekretaris DPRD Abubakar Abdullah, sosok penting di balik arus keuangan DPRD, yang hingga kini belum dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi Malut.
“Kami mendesak KPK untuk memeriksa Abubakar Abdullah. Ia punya posisi strategis dalam pengelolaan keuangan DPRD, sekaligus menjabat Plt Kadis Pendidikan. Ini jelas melanggar aturan disiplin ASN,” ujar Reza.
Tak hanya itu, lembaga ini juga meminta KPK melakukan audit investigatif terhadap tunjangan perumahan dan transportasi DPRD yang mencapai hampir Rp46 miliar.
“Angka itu tidak masuk akal jika dibandingkan dengan kemampuan fiskal daerah. Di sini ruang gelap keuangan rakyat harus dibongkar,” tegas Reza.
SKAK-MALUT-JKT menyebut, praktik rangkap jabatan dan penyimpangan anggaran di Maluku Utara menjadi bukti nyata gagalnya prinsip pemerintahan bersih di bawah kepemimpinan Gubernur Sherly Djuanda.
Menurut mereka, pembiaran semacam ini dapat melahirkan korupsi berjamaah yang sulit diberantas tanpa campur tangan KPK.
“Kami tidak ingin lagi mendengar alasan klasik ‘masih tahap klarifikasi’. Saatnya KPK turun langsung ke Malut. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal moral,” ujar Reza dengan nada tajam.
Tiga tuntutan pun dilayangkan:
1. KPK segera memeriksa Abubakar Abdullah dan melakukan audit investigatif atas keuangan DPRD Malut.
2. Supervisi langsung KPK terhadap Kejati Malut agar proses hukum tidak mandek.
3. Evaluasi total kebijakan rangkap jabatan ASN di Pemprov Malut.
SKAK-MALUT-JKT menutup pernyataannya dengan seruan lantang, “Bongkar ruang gelap keuangan rakyat Maluku Utara — dan tunjukkan bahwa hukum tidak bisa dibeli!”













Tinggalkan Balasan