TERNATE, SerambiTimur — Matahari baru terbit di ufuk timur Pulau Ternate, tapi suasana di Kelurahan Jambula sudah ramai. Bukan karena aktivitas nelayan yang bersiap melaut, melainkan karena ratusan warga berbaris di jalan utama, membentangkan spanduk besar bertuliskan “Jambula Tutup Kampung!”.
Senin (13/10/2025) itu, Jambula seolah berhenti bergerak. Akses jalan Batu Angus yang menghubungkan kawasan pesisir dengan pusat Kota Ternate diblokade penuh. Jalur distribusi BBM Pertamina pun lumpuh total.
Aksi ini bukan tanpa alasan. Warga menuntut keadilan dan perhatian setelah bertahun-tahun janji pembangunan hanya berakhir di atas kertas.
“Setiap tahun kami sampaikan lewat musrenbang dan reses DPRD, tapi tak ada hasil. Jalan rusak, saluran air tersumbat, dan abrasi makin parah. Pemerintah seolah menutup mata,” ujar Gunawan Idham, tokoh pemuda Jambula.
Gunawan menuturkan, masyarakat pesisir Jambula hidup berdampingan dengan laut — namun tanpa perlindungan berarti. Tak adanya pemecah ombak membuat rumah-rumah warga kerap diterjang gelombang, terutama saat musim hujan dan angin timur.
“Nelayan di sini berjuang bukan untuk kaya, tapi untuk bertahan. Tapi ketika infrastruktur dasar pun diabaikan, kami merasa dikhianati,” tambahnya.
Pagi itu, aparat kepolisian tampak berjaga di sekitar lokasi. Suasana sempat tegang, namun kondusif setelah Wakil Wali Kota Ternate, Nasri Abubakar, dan Sekda Rizal Marsaoly datang menemui warga. Mereka mendengarkan keluh kesah masyarakat dan berjanji menindaklanjuti tuntutan yang disampaikan.
Di tengah panasnya jalan aspal, seorang ibu paruh baya berdiri sambil memegang poster bertuliskan “Kami Bukan Musuh, Kami Rakyat yang Lelah Menunggu”.
Kalimat itu merangkum segalanya — bahwa protes ini bukan bentuk perlawanan, tapi jeritan hati masyarakat pesisir yang terlalu lama diabaikan.
Warga Jambula kini menanti langkah nyata dari pemerintah. Bagi mereka, pembangunan bukan sekadar janji seremonial, tapi soal keadilan.
Dan hingga saat itu datang, Jambula akan tetap “menutup kampung” — sebagai simbol bahwa suara rakyat tak boleh lagi dibungkam.
Tinggalkan Balasan